Mengembalikan Idealitas Pendidikan Islam Era 4.0

Modernis.co, Malang – Sejak Revolusi Industri 1.0, kaum muslimin tidak menjadi pemeran utama dalam panggung peradaban dunia. Wajar, karena Revolusi Industri sendiri adalah klaim pencapaian Barat dalam melejitkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana pendukung industrialisasi dan kepemimpinan ekonomi dunia. Hingga era Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0), negeri-negeri kaum muslimin, masih dalam posisi terseret arus, tergesah-tergesah dalam mengejar ketertinggalan, berusaha berdaptasi di tengah keterbatasan.

Bukan karena SDM kita kurang pintar, tapi semata karena umat Muslim hari ini telah kehilangan idealitasnya sebagai pemangku konsep perdaban terbaik sepanjang zaman, yaitu konsep agama Islam sendiri. Begitu juga negeri ini dalam menghadapi tantangan RI 4.0, Indonesia dengan sistem pendidikannya dituntut untuk beradaptasi dengan zaman, langkah-langkah penyesuaian dirumuskan, agar output sistem pendidikan tetap mampu memenuhi kebutuhan SDM di masa yang akan datang.

Sebelum melangkah lebih jauh, saatnya merenungkan kembali visi dan misi pendidikan yang ideal, agar langkah yang diambil memiliki arahan yang jelas, dan tidak terjebak menjadi objek arahan asing dengan agenda kapitalisme globalnya. Dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2018, Presiden Jokowi menyampaikan rekomendasi untuk perbaikan Perguruan Tinggi (PT) dalam menghadapi RI 4.0, diantaranya;

Mendorong Perguruan Tinggi (PT) untuk melakukan inovasi dan riset yang mendorong sektor ekonomi serta daya saing bangsa;

Mendorong Kemristedikti melakukan debirokratisasi kelembagaan dan deregulasi perizinan bagi pembentukan prodi baru serta terobosan baru untuk menjawab persoalan era revolusi Industri 4.0;

Menyusun dan menetapkan kebijakan yang mendorong pihak industry agar bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan riset dan inovasi bernilai ekonomi serta berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat (antaranews.com,16/02/2018).

Dari rekomendasi di atas, tampak bahwa arah perbaikan sistem pendidikan masih dalam kerangka pemikiran kapitalisme sekuler, yang dikaitkan dengan pendukung terhadap sektor ekonomi, penyediaan tenaga kerja yang mengedepankan keahlian digital, serta riset bernilai ekonomis yang akan diserap oleh dunia usaha. Sinergi antara Perguruan Tinggi, pemerintah dan dunia usaha ini dikenal dengan triple helix.

Dalam kerangka membangun kepribadian dan sikap mentalitas masyarakat suatu negara, keberadaan ideologi sebagi asas adalah fakta yang tidak dapat ditolak. Dalam masyarakat yang bertumpuh pada ideologi sekularisme-kapitalisme, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumberdaya manusia (peserta didik) yang berpikir profit oriented dan menjadi economic animal. Nilai-nilai kapitalisme memandang pendidikan sebagai alat untuk meraih kesuksesan individu, mengejar mimpi dan manfaat jangka pendek untuk kepentingan dan kesuksesan personal dan keluarga semata.

Karena makna kesuksesan di dalam kapitalisme secara sempit dipahami sebatas mendapat pekerjaan dan profesi tertentu agar meraih kemapanan finansial. Kerusakan pada tujuan pendidikan, membawa konsekuensi berbahaya bagi masyarakat Muslim. Pendidikan yang telah dijauhkan dari agama dan dibisniskan, tidak akan pernah mampu membangun dan meningkatkan martabat kehidupan masyarakat.

Alhasil, meski era ini dikenal sebagai zaman keberlimpahan ilmu, namun tidak mampu menjawab  krisis kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis moral, krisis politik dan krisis generasi. Produksi ilmu pengetahuan dan teknologi hari ini terjadi dengan luar biasa cepat, namun tidak mampu menciptakan dunia menjadi lebih baik. Manusia terus-menerus memproduksi ilmu pengetahuan, namun terus-menerus juga memproduksi krisis.

Sejatinya, pendidikan adalah tonggak peradaban. Dari institusi pendidikan, akan lahir kaum intelektual yang menghasilkan solusi bagi problem masyarakat. Sebagaimana pada masa Khilafah, kaum intelektual senantiasa diandalkan oleh penguasa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat  dan menyelesaikan permasalahan teknis yang muncul di tengah masyarakat. Sistem pendidikan harus dibangun dengan jelas pemahaman awal, apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan dan bagaimana hasil pendidikan ini bermanfaat bagi masyarakat dan peradaban.

Dalam Islam, pendidikan seharusnya menjadi metode menjaga ideologi dan kebudayaan umat di dalam hati anak-anak Muslim. Kebudayaan itulah yang membangun  peradaban  umat dan menentukan target serta tujuannya, sehingga membuat corak kehidupannya berbeda dari umat lain. Apabila kebudayaan Islam ini terhapus, tamatlah identitas umat Islam, corak kehidupannya memudar, loyalitasnya berubah, dan riwayatnya tenggelam di belakang umat-umat yang lainnya.

Di dalam Islam, posisi ilmu pengetahuan sangatlah mulia.Menjadikan pendidikan atau ilmu pengetahuan sebagai komoditas, sama saja menghinakan ilmu pengetahuan itu sendiri. Imam Al-Ghazali mengingatkan dalam kitab Bidayatul Hidayah bahwa jika seseorang mencari ilmu dengan maksud untuk mencari pujian atau untuk mengumpulkan harta benda, maka dia telah berjalan untuk menghancurkan  agamanya, merusak dirinya sendiri, dan telah menjual akhirat dengan dunia.

Islam tidak pernah menolak kemajuan dan inovasi. Sebaliknya, Islam justru mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tercanggih dan terdepan, sebagai sarana penting dalam mewujudkan peradaban Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dengan idealisme sistem pendidikan Islam, Insya Allah, akan terlahir generasi yang memimpin dan menjadi kiblat peradaban dunia. 

Penulis : Gilang Sabhawana Eka Nugraha (Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment